Gizi untuk Ibu Hamil.


Kebutuhan Gizi pada Ibu Hamil


Kehamilan menyebabkan meningkatnya metabolisme energi, karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya meningkat selama kehamilan.  Peningkatan energi dan zat gizi tersebut diperlukan untuk  pertumbuhan dan perkembangan janin, pertambahan besarnya organ kandungan, perubahan komposisi dan metabolisme tubuh ibu.  Sehingga kekurangan zat gizi tertentu yang diperlukan saat hamil dapat menyebabkan janin tumbuh tidak sempurna.
Bagi ibu hamil, pada dasarnya semua  zat gizi memerlukan tambahan, namun yang seringkali menjadi kekurangan adalah energi protein dan beberapa mineral seperti Zat Besi dan Kalsium.
Kebutuhan energi untuk kehamilan yang normal perlu tambahan kira-kira 80.000 kalori selama masa kurang lebih 280 hari.  Hal ini berarti perlu tambahan  ekstra sebanyak  kurang lebih 300 kalori setiap hari selama  hamil (Nasution, 1988).
            Energi yang tersembunyi dalam protein ditaksir sebanyak 5180 kkal, dan lemak 36.337 Kkal.  Agar energi ini bisa ditabung masih dibutuhkan tambahan energi sebanyak 26.244 Kkal, yang digunakan untuk mengubah energi yang terikat dalam makanan menjadi energi yang bisa dimetabolisir.  Dengan demikian jumlah total energi yang harus tersedia selama kehamilan adalah 74.537 Kkal, dibulatkan menjadi 80.000 Kkal.  Untuk memperoleh besaran energi per hari, hasil penjumlahan ini kemudian dibagi dengan angka 250 (perkiraaan lamanya kehamilan dalam hari) sehingga diperoleh angka 300 Kkal. 
            Kebutuhan  energi pada trimester I meningkat secara minimal. Kemudian sepanjang trimester II dan III kebutuhan energi terus meningkat sampai akhir kehamilan.  Energi tambahan selama trimester II diperlukan untuk pemekaran jaringan ibu seperti penambahan volume darah, pertumbuhan uterus, dan payudara, serta penumpukan lemak.  Selama trimester III energi tambahan digunakan untuk pertumbuhan janin dan plasenta.
            Karena banyaknya perbedaan kebutuhan energi selama hamil, maka WHO menganjurkan jumlah tambahan sebesar 150 Kkal sehari pada trimester I, 350 Kkal sehari pada trimester II dan III.  Di Kanada, penambahan untuk trimester I sebesar 100 Kkal dan 300 Kkal untuk trimester II dan III.  Sementara di Indonesia berdasarkan Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI tahun 1998 ditentukan angka 285 Kkal perhari selama kehamilan.  Angka ini tentunya tidak termasuk penambahan akibat perubahan temperatur ruangan, kegiatan fisik, dan pertumbuhan.  Patokan ini berlaku bagi mereka yang tidak merubah kegiatan fisik selama hamil.
            Sama halnya dengan energi, kebutuhan wanita hamil akan protein juga meningkat, bahkan mencapai 68 % dari sebelum hamil.  Jumlah protein yang harus tersedia sampai akhir kehamilan diperkirakan sebanyak 925 g yang tertimbun dalam jaringan ibu, plasenta, serta janin.  Di Indonesia melalui Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI tahun 1998 menganjurkan penambahan protein 12 g/hari selama kehamilan.  Dengan demikian dalam satu hari asupan protein dapat mencapai 75-100 g (sekitar 12 % dari jumlah total kalori); atau sekitar 1,3 g/kgBB/hari (gravida mature), 1,5 g/kg BB/hari (usia 15-18 tahun), dan 1,7 g/kg BB/hari (di bawah 15 tahun).
            Bahan pangan yang dijadikan sumber protein sebaiknya (2/3 bagian) pangan yang bernilai biologi tinggi, seperti daging tak berlemak, ikan, telur, susu dan hasil olahannya.  Protein yang berasal dari tumbuhan (nilai biologinya rendah) cukup 1/3 bagian.
 Kenaikan volume darah  selama kehamilan akan meningkatkan  kebutuhan Fe atau Zat Besi.  Jumlah Fe pada bayi  baru lahir kira-kira 300 mg dan jumlah yang diperlukan ibu untuk mencegah anemia akibat meningkatnya volume darah adalah 500 mg.  Selama kehamilan seorang ibu hamil menyimpan zat besi kurang lebih 1.000 mg termasuk untuk keperluan janin, plasenta dan hemoglobin ibu sendiri.  Berdasarkan Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi Tahun 1998, seorang ibu hamil perlu tambahan zat gizi rata-rata 20 mg perhari.  Sedangkan kebutuhan sebelum hamil atau pada kondisi normal rata-rata 26 mg per hari (umur 20 – 45 tahun).

Gizi Kurang pada Ibu Hamil

Bila ibu mengalami kekurangan gizi selama hamil akan menimbulkan masalah, baik pada ibu maupun  janin, seperti diuraikan berikut ini.
<!–[if !supportLists]–>1.           <!–[endif]–>Terhadap Ibu
Gizi kurang pada ibu hamil dapat menyebabkan resiko dan komplikasi pada ibu antara lain: anemia, pendarahan, berat badan ibu tidak bertambah secara normal, dan terkena penyakit infeksi.
<!–[if !supportLists]–>2.           <!–[endif]–>Terhadap Perslinan
Pengaruh gizi kurang terhadap proses persalinan dapat mengakibatkan persalinan sulit dan lama, persalinan sebelum waktunya (premature), pendarahan setelah persalinan, serta persalinan dengan operasi  cenderung meningkat.
<!–[if !supportLists]–>3.           <!–[endif]–>Terhadap Janin
Kekurangan gizi pada ibu hamil dapat mempengaruhi proses pertumbuhan janin dan dapat menimbulkan kegururan , abortus, bayi lahir mati, kematian neonatal, cacat bawaan, anemia pada bayi, asfiksia intra partum (mati dalam kandungan), lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR)
Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengetahui status gizi ibu hamil antara lain memantau pertambahan berat badan selama hamil, mengukur Lingkar Lengan Atas (LILA), dan mengukur kadar Hb.  Pertambahan berat badan selama  hamil sekitar 10 – 12 kg, dimana pada trimester I pertambahan kurang dari 1 kg, trimester II sekitar 3 kg, dan trimester III sekitar 6 kg. Pertambahan berat badan ini juga sekaligus bertujuan memantau pertumbuhan janin. Pengukuran LILA dimaksudkan untuk  mengetahui apakah seseorang menderita Kurang Energi Kronis (KEK), sedangkan pengukuran kadar Hb untuk mengetahui kondisi ibu  apakah menderita anemai gizi.
Gizi yang baik diperlukan  seorang ibu hamil agar pertumbuhan janin tidak mengalami hambatan, dan selanjutnya akan melahirkan bayi dengan berat normal.  Dengan kondisi kesehatan yang baik, system reproduksi normal, tidak menderita sakit, dan tidak ada gangguan gizi pada masa pra hamil maupun saat hamil, ibu akan melahirkan bayi lebih besar dan lebih sehat daripada ibu dengan kondisi kehamilan yang sebaliknya.  Ibu dengan kondisi kurang gizi kronis pada masa hamil sering melahirkan bayi BBLR, vitalitas yang rendah dan kematian yang tinggi, terlebih lagi bila ibu menderita anemia.

Anemia pada Ibu Hamil

Anemia dapat didefinisikan sebagai kondisi dengan kadar Hb berada di bawah normal.  Di Indonesia Anemia umumnya disebabkan oleh kekurangan Zat Besi, sehingga lebih dikenal dengan istilah  Anemia Gizi Besi.  Anemia defisiensi besi merupakan salah satu gangguan yang paling sering terjadi selama kehamilan.  Ibu hamil umumnya mengalami deplesi besi sehingga hanya memberi sedikit besi kepada janin yang dibutuhkan untuk metabolisme besi yang normal.  Selanjutnya mereka akan menjadi anemia pada saat kadar hemoglobin ibu turun sampai di bawah 11 gr/dl selama trimester III. 
Kekurangan zat besi dapat menimbulkan gangguan atau hambatan pada pertumbuhan janin baik sel tubuh maupun sel otak.  Anemia gizi dapat mengakibatkan kematian janin  didalam kandungan, abortus, cacat bawaan, BBLR, anemia pada bayi yang dilahirkan, hal ini menyebabkan morbiditas dan mortalitas ibu dan kematian perinatal secara bermakna lebih tinggi.  Pada ibu hamil yang menderita anemia berat dapat meningkatkan resiko morbiditas maupun mortalitas ibu dan bayi, kemungkinan melahirkan bayi BBLR dan prematur juga lebih besar.

Resiko BBLR pada Ibu Hamil

Di Indonesia batas ambang LILA dengan resiko KEK adalah 23,5 cm hal ini berarti ibu hamil dengan resiko KEK diperkirakan akan melahirkan bayi BBLR.  Bila bayi lahir dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) akan mempunyai resiko kematian, gizi kurang, gangguan pertumbuhan, dan gangguan perkembangan anak. Untuk mencegah resiko KEK pada ibu hamil sebelum kehamilan wanita usia subur sudah harus mempunyai gizi yang baik, misalnya dengan LILA tidak kurang dari 23,5 cm.  Apabila LILA ibu sebelum hamil  kurang dari angka tersebut, sebaiknya kehamilan ditunda sehingga tidak beresiko melahirkan BBLR.
Hasil penelitian Edwi Saraswati, dkk. di Jawa Barat (1998) menunjukkan bahwa KEK pada batas 23,5 cm belum merupakan resiko untuk melahirkan BBLR walaupun resiko relatifnya cukup tinggi.  Sedangkan ibu hamil dengan KEK pada batas 23 cm mempunyai resiko 2,0087 kali untuk melahirkan BBLR dibandingkan dengan ibu yang mempunyai LILA lebih dari 23 cm.
Sebagaimana disebutkan di atas, berat bayi yang dilahirkan dapat  dipengaruhi oleh status gizi ibu baik sebelum hamil maupun saat hamil.  Status gizi ibu sebelum hamil juga cukup berperan dalam pencapaian gizi ibu saat hamil.  Penelitian Rosmeri (2000) menunjukkan bahwa  status gizi ibu sebelum hamil  mempunyai pengaruh yang bermakna  terhadap kejadian  BBLR.  Ibu dengan status gizi kurang (kurus) sebelum hamil mempunyai resiko 4,27 kali untuk melahirkan bayi BBLR dibandingkan dengan ibu yang mempunyai status gizi baik (normal).
Hasil penelitian Jumirah, dkk. (1999) menunujukkan bahwa ada hubungan kadar Hb ibu hamil dengan berat bayi lahir, dimana semakin tinggi kadar Hb ibu semakin tinggi berat badan bayi yang dilahirkan.  Sedangkan penelitian Edwi Saraswati, dkk. (1998) menemukan bahwa anemia pada batas 11 gr/dl bukan merupakan resiko untuk melahirkan BBLR. Hal ini mungkin karena belum berpengaruh terhadap fungsi hormon maupun fisiologis ibu.
Selanjutnya pada analisa bivariat anemia batas 9 gr/dl atau anemia berat ditemukan secara statistik tidak nyata melahirkan BBLR. Namun untuk melahirkan bayi mati mempunyai resiko 3,081 kali. Dari hasil analisa multivariat dengan memperhatikan  masalah riwayat kehamilan  sebelumnya menunjukkan bahwa ibu hamil  penderita anemia berat mempunyai resiko untuk melahirkan BBLR 4,2 kali lebih tinggi dibandingkan dengan ibu yang tidak menderita anemia berat.

Penutup

Ibu hamil merupakan kelompok yang cukup rawan gizi.  Kekurangan gizi pada ibu hamil mempunyai dampak yang cukup besar terhadap proses pertumbuhan janin dan anak yang akan dilahirkan.  Bila ibu hamil mengalami kurang gizi maka akibat yang akan ditimbulkan  antara lain: keguguran, bayi lahir mati, kematian neonatal, cacat bawaan, anemia pada bayi, dan bayi lahir dengan BBLR.
Beberapa penelitian membuktikan bahwa pengaruh gizi kurang terhadap kejadian BBLR cukup besar pada ibu hamil, apalagi kondisi gizi ibu sebelum hamil buruk.  Masalah gizi kurang pada ibu hamil ini dapat dilihat dari  prevalensi Kekurangan Energi Kronis (KEK) dan kejadian anemia.
Untuk memperkecil resiko BBLR diperlukan upaya mempertahankan kondisi gizi yang baiik pada ibu hamil.  Upaya yang dilakukan berupa pengaturan konsumsi makanan, pemantauan pertambahan berat badan, pemeriksaan kadar Hb, dan pengukuran LILA sebelum atau saat hamil.


Daftar Pustaka

Depkes RI. Direktorat Pembinaan Kesehatan Masyarakat. 1992.  Pedoman Pelayanan Kesehatan Prenatal di Wilayah Kerja Puskesmas.  Jakarta.
Depkes RI. Direktorat Pembinaan Kesehatan Masyarakat. 1996.  Pedoman Penanggulangan Ibu Hamil Kekurangan Enargi Kronis.  Jakarta.
Depkes RI. 1997.  Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1995.  Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.  Jakarta.
Saraswati, E. 1998.  Resiko Ibu Hamil Kurang Energi Kronis (KEK) dan Anemia untuk melahirkan Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR).  Penelitian Gizi dan Makanan jilid 21.
Jumirah, dkk. 1999. Anemia Ibu Hamil dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Serta Dampaknya pada Berat Bayi Lahir di Kecamatan Medan Tuntungan Kotamadya Medan.  Laporan Penelitian.  Medan
Kardjati, S. 1999. Aspek Kesehatan dan Gizi Anak Balita. Yayasan Obor Indonesia.  Jakarta.
Nasution, A.H., dkk.  1988.  Gizi untuk Kebutuhan Fisiologis Khusus. Terjemahan.  PT Gramedia.  Jakarta.
Pudiadi. 1997.  Ilmu Gizi Klinis pada Anak.  Fakultas Kedokteran UI.  Jakarta
Manik, R. 2000.  Pengaruh Sosio Demografi, Riwayat Persalinan dan Status Gizi Ibu terhadap Kejadian BBLR, Studi Kasus di RSIA Sri Ratu Medan.  Skripsi Mahasiswa FKM USU. Medan.
Sarimawar, D., dkk.  1991.  Faktor Resiko yang Mempengaruhi Anemia Kehamilan.  Buletin Penelitian Kesehatan.  Jakarta.
Posting ulang dan Saduran.
Support System Marketing Online
Video Gizi Player.
Makanan Alternatif untuk kita.