Rabu, 09 Februari 2011

Penyuluhan Gizi


Penyuluhan Gizi-Kesehatan dengan Metode Kontak Ibu dalam Upaya Meningkatkan Perilaku Sehat Ibu Selama Hamil, Menyusui dan Memberi Makanan Bayi dan Anak Balita
Posting ulang Dunia Gizi
Upaya untuk mencapai derajat kesehatan optimum seperti diharapkan dalam paradigma sehat tahun 2010-2015 yaitu mengutamakan kegiatan promotif dan preventif yang mendukung upaya kuratif dan rehabilitatif merupakan suatu strategi yang perlu dilaksanakan.
Research Report from JKPKBPPK 
Oleh : Jajah K. Husaini, dkk, Center for Research and Development of Nutrition and Food, NIHRD

Subjek : ATTITUTE TO HEALTH; PREGNANCY; LACTATION; INFANT
Sumber pengambilan dokumen : Abstrak Penelitian Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Tahun 2000

Upaya pemerintah selama ini untuk mengatasi menurunnya derajat kesehatan masyarakat karena adanya krisis tidak cukup dengan PMT serta melakukan upaya by pass seperti pemberian pil besi, kapsul vitamin A dan kapsul yodium tetapi harus dilengkapi dengan upaya yang lebih permanen yaitu terjadinya perubahan perilaku. Perlu dikembangkan suatu metode penyuluhan gizi yang efektif merubah perilaku sebagai satu upaya memberdayakan (enpowering) keluarga untuk dapat mengatasi masalah gizi sesuai dengan kemampuan.

Model sistem penyuluhan gizi-kesehatan melalui kontak ibu dibedakan menurut perlakuan (disupervisi) dan pembanding (tanpa supervisi) yang dilaksanakan di daerah Bogor (wilayah puskesmas Citeureup dan Cileungsi) dan Tanggerang (wilayah puskesmas Pasar Kemis dan Gembong).

Jumlah kontak ibu yang dilatih untuk kelompok perlakuan 21 orang dan untuk kelompok pembanding 20 orang yang melaksanakan kegiatan penyuluhan kepada sasaran (ibu: hamil, menyusui dan balita) selama 4 bulan. Materi penyuluhan merupakan satu paket yang meliputi nasihat untuk ibu agar berperilaku sehat selama hamil, menyusui dan dalam memberi makan bayi/balita.

Penerapan model sistem penyuluhan gizi dievaluasi dari dua aspek yaitu: (1) intervensi langsung yaitu kinerja (performance) kontak ibu dalam memberikan penyuluhan kepada sasaran; dan (2) intervensi tidak langsung yaitu perubahan perilaku sasaran penyuluhan. Intervensi langsung: (1) kader yang berperan sebagai kontak ibu pada umumnya mempunyai kemampuan berkomunikasi lebih baik serta lebih percaya diri dalam memberikan penyuluhan karena: (a) merasa memiliki "ilmunya" yang sama dengan yang digunakan oleh tenaga medis profesional, dan (b) dengan adanya sistem rujukan informasi tidak ada keengganan bagi kontak ibu maupun klien untuk mencari kejelasan dalam memecahkan masalah gizi-kesehatan yang dihadapi; (2) informasi gizi-kesehatan yang berasal dari kader meningkat setelah dilatih sebagai kontak ibu. Intervensi tidak langsung: perubahan perilaku sasaran penyuluhan ada kecenderungan berubah seperti yang diharapkan tetapi belum dapat dibuktikan secara nyata karena periode folow up kurang lama

Deskripsi Alternatif :

Upaya untuk mencapai derajat kesehatan optimum seperti diharapkan dalam paradigma sehat tahun 2010 yaitu mengutamakan kegiatan promotif dan preventif yang mendukung upaya kuratif dan rehabilitatif merupakan suatu strategi yang perlu dilaksanakan.
Upaya pemerintah selama ini untuk mengatasi menurunnya derajat kesehatan masyarakat karena adanya krisis tidak cukup dengan PMT serta melakukan upaya by pass seperti pemberian pil besi, kapsul vitamin A dan kapsul yodium tetapi harus dilengkapi dengan upaya yang lebih permanen yaitu terjadinya perubahan perilaku. Perlu dikembangkan suatu metode penyuluhan gizi yang efektif merubah perilaku sebagai satu upaya memberdayakan (enpowering) keluarga untuk dapat mengatasi masalah gizi sesuai dengan kemampuan.

Model sistem penyuluhan gizi-kesehatan melalui kontak ibu dibedakan menurut perlakuan (disupervisi) dan pembanding (tanpa supervisi) yang dilaksanakan di daerah Bogor (wilayah puskesmas Citeureup dan Cileungsi) dan Tanggerang (wilayah puskesmas Pasar Kemis dan Gembong).

Jumlah kontak ibu yang dilatih untuk kelompok perlakuan 21 orang dan untuk kelompok pembanding 20 orang yang melaksanakan kegiatan penyuluhan kepada sasaran (ibu: hamil, menyusui dan balita) selama 4 bulan. Materi penyuluhan merupakan satu paket yang meliputi nasihat untuk ibu agar berperilaku sehat selama hamil, menyusui dan dalam memberi makan bayi/balita.

Penerapan model sistem penyuluhan gizi dievaluasi dari dua aspek yaitu: (1) intervensi langsung yaitu kinerja (performance) kontak ibu dalam memberikan penyuluhan kepada sasaran; dan (2) intervensi tidak langsung yaitu perubahan perilaku sasaran penyuluhan. Intervensi langsung: (1) kader yang berperan sebagai kontak ibu pada umumnya mempunyai kemampuan berkomunikasi lebih baik serta lebih percaya diri dalam memberikan penyuluhan karena: (a) merasa memiliki "ilmunya" yang sama dengan yang digunakan oleh tenaga medis profesional, dan (b) dengan adanya sistem rujukan informasi tidak ada keengganan bagi kontak ibu maupun klien untuk mencari kejelasan dalam memecahkan masalah gizi-kesehatan yang dihadapi; (2) informasi gizi-kesehatan yang berasal dari kader meningkat setelah dilatih sebagai kontak ibu. Intervensi tidak langsung: perubahan perilaku sasaran penyuluhan ada kecenderungan berubah seperti yang diharapkan tetapi belum dapat dibuktikan secara nyata karena periode folow up kurang lama.




Enam Langkah Membuat Status Gizi Balita Meningkat

Enam Langkah Membuat Status Gizi Balita MeningkatGizi.net - BOGOR—Puslitbang Gizi Departemen Kesehatan menemukan sebuah konsep bagaimana menanggulangi masalah kekurangan gizi pada anak balita. Peneliti Puslitbang Gizi Bogor, Trintrin Tjukani Mkes Selasa lalu menjelaskan, ada enam tahap dalam konsep yang diujicobakan melalui sebuah penelitian di Kabupaten Pandeglang Banten.

Pertama, pengorganisasian masyarakat. Kedua, pelatihan. Ketiga, penimbangan balita. Keempat, penyuluhan gizi. Kelima, pemberian makanan tambahan. Dan keenam, penggalangan dana.

“Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji konsep tersebut. Sehingga diharapkan dapat diperoleh suatu model pemberdayaan masyarakat untuk menanggulangi KEP (Kurang Energi Protein) pada balita. Kemudian bisa diimplementasikan ke daerah lain,” ujarnya dalam Diseminasi Hasil Penelitian Puslitbang Gizi di Bogor.

Uji coba dilakukan di enam desa di tiga kecamatan. Masing-masing desa diwakili oleh satu posyandu sebagai lokasi penelitian. Sedang sampel diambil tokoh masyarakat yang menjadi pengurus pengentasan KEP, anaka balita yang menderita KEP, dan ibu balita yang menderita KEP.

Mula-mula, sesuai dengan tahapan dalam konsep, dibentuklah organisasi pengurus pengentasan KEP pada balita di enam desa tersebut. Pengurus ini di masing-masing desa terdiri dari lima orang yang mewakili beberapa unsur dalam masyarakat. Mulai dari tokoh agama sampai pamong desa. Dalam pelaksanaan selanjutnya pengurus yang aktif akan bertambah sesuai dengan kebutuhan yang dirasakan.

Kemudian dilakukan pelatihan kepada para pengurus tersebut. Pelatihan itu meliputi pengetahuan gizi, penyuluhan gizi, penyelenggaraan PMT (pemberian makanan tambahan), dan bagaimana cara menggalang dana untuk pengadaan PMT ini.

Agar efisien, pelatihan dilakukan serentak untuk enam desa, dilaksanakan di kota kabupaten dengan melibatkan bidan desa serta tenaga pelaksana gizi. Tidak lupa para peserta pelatihan diberi buku panduan.

Selanjutnya, setelah para pengurus ini terjun ke lapangan, dilakukanlah evaluasi hasil. Caranya dengan menimbang anak balita secara berkesinambungan setiap bulan selama tiga bulan. Pada awal penelitian ditemukan 87 anak balita yang menderita KEP. Kemudian semua anak balita yang menjadi sampel penelitian ini diberi makanan tambahan setiap hari selama tiga bulan.

Makanan tambahan dibuat oleh pengurus secara bergantian dan diberikan kepada anak dengan cara diambil dan dimakan di rumah kader. Bila ada balita tidak datang, makanan tersebut diantar ke rumah balita yang bersangkutan oleh kader. Makanan tambahan tersebut bisa berupa bubur, kolak atau nasi dengan lauk-pauk, atau kue-kue. Yang penting asupan energi dan proteinnya per porsi mencapai 300 sampai 400 kalori dan 3,5 sampai 10 gram protein.

Pelaksanaannya sendiri bervariasi. Ada desa yang bisa menyelenggarakan 10 hari berturut-turut dan dilanjutkan dengan tiga hari sekali. Ada juga yang menyelenggarakan dua hari sekali. Sedang yang lain, dua kali seminggu dan sekali seminggu.

Ketika pemberian makanan tambahan dilakukan, pengurus harus memberikan pula penyuluhan gizi kepada ibu balita. Ini agar ada kesinambungan setelah program selesai.

Soal dana, di bulan pertama disediakan oleh lembaga penelitian. Besarnya Rp 1.000 per anak per hari. Lalu pada bulan kedua, setelah mereka diberi pengetahuan bagaimana cara menggalang dana sendiri, mereka dilepaskan. Cara menggalang dana bisa lewat posyandu, majelis ta’lim, atau ada donatur desa. Dari enam desa yang diteliti, kata Trintrin, lima desa ternyata sudah bisa memberikan PMT secara swadaya pada bulan kedua dan ketiga.

Dari penelitian ini, kata Trintrin, disimpulkan bahwa konsep ini bisa meningkatkan status gizi balita dengan tingkat keberhasilan 50 persen, bahkan lebih. Buktinya, lanjut Trintrin, pada awal penelitian ada 90,6 persen anak dengan status gizi kurang dan 9,4 persen dengan status gizi buruk. Pada akhir penelitian tidak ada lagi anak balita dengan status gizi buruk. Sedang balita dengan status gizi kurang turun menjadi 45,3 persen.*mal

Sumber : Republika, Kamis, 27 September 2001



Copyrights : Copyright © 2001 by Badan Litbang Kesehatan. Verbatim copying and distribution of this entire article is permitted by author in any medium, provided this notice is preserved.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Support System Marketing Online
Video Gizi Player.
Makanan Alternatif untuk kita.